Lincak

Agustusan dan Nasionalisme

DI KAMPUNG sekitar Pak Karso sudah mulai ramai gereget warga menyambut peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-72 kemerdekaan RI. Di kanan-kiri jalan dipenuhi umbul-umbul bahkan di setiap depan rumah dikibarkan bendera Merah Putih. Pagar rumah dihiasi warna- warni hiasan bahkan di waktu malam hari semakin semarak oleh kerlap-kerlip lampu. Warga berusaha menunjukkan nasionalisme masing-masing.

Tiba-tiba Lik Tulus hadir menghampiri Pak Karso. Lik Tulus bertanya arti kata “nasionalisme” dan “patriotisme” yang tertulis di salah satu sudut kampungnya. Tertulis besar dalam spanduk itu “Marilah kita tingkatkan nasionalisme dan patriotisme untuk membela keutuhan NKRI”.

“Nasionalisme adalah sikap mencintai bangsa dan negara sendiri lebih dari mencintai bangsa lain. Semua penduduk harus setia dan merasa memiliki bangsanya yaitu Indonesia dan lalu membelanya,” kata Pak Karso.

Ada ungkapan “right or wrong is my country”, baik atau jelek tetap negara atau bangsaku. Karena itu kita bela mati-matian sampai titik darah penghabisan.

“Seperti itulah Lik Tulus. Masing-masing kita wajib meningkatkan nasionalismenya dengan cara mengekspresikan melalui kegiatan peringatan HUT Kemerdekaan,” jelas Pak Karso.

Pak Karso menjelaskan lebih lanjut. “Sedangkan patriotisme adalah sikap sudi berkorban berupa apa pun termasuk nyawa sekali pun untuk mempertahankan keutuhan dan kejayaan Negara Kesatuan RI [NKRI]. Bentuk dan wujud kegiatannya bisa berupa cinta Tanah Air, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan dan lain-lain sejenisnya. Kalau dalam tulisan spanduk tersebut ada imbauan meningkatkan nasionalisme dan patriotisme untuk membela keutuhan NKRI, itu sangat tepat,” kata dia.

Kalimat itu sebagai pengingat bagi warga khususnya anak muda bagaimana berat dan susahnya para pejuang dan pahlawan negara merintis pendirian negara dan menghadapi musuh.

“Lalu apa hubungannya dengan bermacam-macam aksesori dan kegiatan-kegiatan selama Agustus ini, ya Pak?” sahut Mas Tomo yang sejak tadi juga duduk di lincak.

Pak Guru Hadi yang sedari tadi mendengarkan obrolan ikut urun rembuk. “Mengibarkan bendera Merah Putih, ikut upacara bendera, memelihara kerukunan warga, meningkatkan persatuan dan kesatuan antarkelompok, mengamalkan Pancasila dan UUD ‘45, serta memakai produk dalam negeri adalah contoh perbuatan nasionalisme dan patriotisme,” kata Pak Hadi.

Kegiatan-kegiatan rekreatif juga termasuk ekspresi nasionalisme dan patriotisme. Misalnya anak-anak hingga orang dewasa berlomba memecahkan balon air, memanjat pinang, lomba lari menggunakan karung, jalan santai keluarga bersama warga, sampai ikut mendatangi renungan malam tujuh belasan, mengikuti upacara detik-detik proklamasi adalah wujud ungkapan nasionalisme dan patriotisme. Bahkan Pak Karso berpendapat membayar iuran penyelenggaraan acara-acara Tujuh belasan juga merupakan bagian ungkapan nasionalisme dan patriotisme.

“Di zaman sekarang, apakah lomba-lomba itu masih perlu dilestarikan?” tanya Mas Tomo lagi.

“Bagi saya, kegiatan seperti itu tidak apa-apa. Masih berguna, setidaknya untuk menumbuhkan dan membangkitkan sikap dan semangat kepahlawanan dan bela negara,” jawab Pak Karso.

Bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI. Setiap warga berhak dan wajib ikut dalam bela negara.

Dalam peringatan HUT RI, lanjut Pak Karso, bentuk bela negara di antaranya membina hubungan baik antarwarga dan bekerja sama menghadapi ancaman dari pihak asing baik dalam bidang ekonomi, sosial politik, keamanan, dan budaya. Bentuk kegiatan yang sederhana di antaranya malam tirakatan mengangkat tema nasionalisme, patriotisme, dan kepahlawanan.

“Terima kasih penjelasannya Pak Karso,” sahut Mas Tomo.

“Hanya kalau saya boleh usul supaya kegiatan Agustusan tidak saja mengulang-ulang hal-hal seperti itu saja setiap tahunnya, sebaiknya di kampung kita ini mulai dapat ditampung ide-ide kreatif dari anak-anak muda, misalnya berupa gelar karya inovatif produktif baik dalam bidang seni, budaya, teknologi dan usaha-usaha ekonomi kreatif anak muda kampung ini. Syukur-syukur mendapat apresiasi dan penghargaan atau hadiah dari Pak Ketua RW dan Pak Lurah.”

“Bagus sekali usul itu Mas Tomo. Sebaiknya memperingati HUT Kemerdekaan RI tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga mengangkat tema kekinian yang menggambarkan hasil-hasil kemerdekaan. Bisa juga berupa prediksi masa depan yang dicitakan oleh bangsa ini,” lanjut Pak Karso.

Pak Karso bicara soal berpikir dalam tiga dimensi waktu, yaitu masa dulu, masa kini, dan masa yang akan datang.

“Ya benar itu,” sahut Pak Hadi.

“Anak-anak muda kita perlu dipahamkan tentang masalah dan tantangan masa depan. Ambil contoh, pameran di bidang teknologi informasi yang sangat pesat perkembangannya. Pameran-pameran tersebut dapat dilakukan dengan mengangkat tema dan temuan teknologi yang mutakhir di bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, budaya, sains, dan teknologi, dan lain-lain.”

Mengakhiri obrolan, Lik Tulus bertanya apakah warga kampung sudah siap menyongsong tujuh belasan.

“Maka dari itu, mari kita bersama-sama berpartisipasi menyukses- kannya,” kata Pak Karso.

(Ravik Karsidi, Lincak Solo Pos, edisi Minggu, 6 Agustus 2017)


Komentar:
Array

Komentar menjadi tanggung jawab Anda sesuai UU ITE

Ravik Karsidi

Ravik Karsidi adalah seorang Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Mendapat penghargaan Academic Leader Award – Rektor Terbaik Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum 2018 dari Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Related Articles

×